Serba-Serbi Freelancer: Kenyataan di Lapangan & Pedoman Kontrak Kerja

table workplace close up man hands home working typing lptop

Pekerja lepas atau freelancer kerap kali mengalami kerentanan dalam hal ketidakpastian hubungan kerja dan perlindungan hukum.

Sebenarnya, di Indonesia sendiri sudah ada aturan tentang pekerja lepas. Namun, aturan tersebut belum merinci secara khusus mengenai perlindungan hukum bagi pekerja lepas.

Melihat permasalahan tersebut, Sindikasi menyusun pedoman kontrak kerja freelancer berdasarkan kenyataan yang ada di lapangan. Berikut penjelasannya!

Serba-Serbi Freelancer di Indonesia

Bagaimana kenyataan kehidupan para pekerja lepas di lapangan? Berikut serba-serbi freelancer di Indonesia!

1. Ketidakpastian Hubungan Kerja

Di Indonesia, banyak buruh yang awalnya berstatus sebagai pegawai tetap kemudian dialihkan statusnya menjadi pekerja kontrak atau lepas.

Terjadi juga peningkatan pemberlakuan sistem kerja outsourcing (karyawan yang direkrut melalui pihak ketiga) untuk merekrut pekerja freelance.

Perlu diketahui, dalam sistem kerja kontrak dan oursourcing, para pekerja sering kali berada di posisi yang rentan.

Mereka menghadapi ketidakpastian mengenai hubungan kerjanya, juga kerap tidak memiliki jaminan dan perlindungan atas hak-haknya sebagai pekerja.

Para pekerja lepas tidak bekerja di kantor atau tempat kerja yang jelas. Pada umumnya, mereka juga tidak memiliki jaminan kesehatan dan pensiun.

Tak hanya itu, ilusi tentang fleksibilitas juga kerap mengaburkan hubungan kerja para freelancer. Mereka dianggap memiliki kebebasan dalam menentukan waktu dan tempat kerjanya sendiri.

Padahal, dalam banyak kasus, para freelancer malah kerap bekerja lembur agar bisa mengejar target yang ditentukan pemberi kerja tanpa memperoleh upah tambahan.

2. Persoalan Upah

Keterlambatan pembiayaan upah sudah tidak jarang lagi terjadi. Apalagi, karena tidak adanya standarisasi harga, para pekerja freelance pun kerap memperoleh upah yang minim.

Untuk menyiasatinya, banyak pekerja lepas mengambil beberapa pekerjaan lain dengan status berbeda-beda agar tetap bisa memenuhi kebutuhan biaya hidup yang tinggi.

Selain itu, akibat dari ilusi mengenai fleksibilitas yang kerap membuat pekerja lepas menjalani lembur, kesehatan fisik maupun mental pun turut terdampak.

Namun, karena ketiadaan jaminan dan perlindungan kesehatan yang memayungi pekerja lepas, mereka pun harus menanggung sendiri berbagai risiko kesehatan mereka.

3. Kerentanan Pekerja Perempuan

Serba-serbi freelancer selanjutnya berkaitan dengan pekerja perempuan. Pekerja lepas perempuan menghadapi lebih banyak tantangan dan kerentanan dibandingkan dengan pekerja laki-laki.

Pasalnya, mereka kerap kali dihadapkan dengan sulitnya berhenti bekerja ketika sedang haid hari pertama, hamil, atau menyusui.

Hal ini berbeda dengan hubungan kerja konvensional yang hak atas cuti haid dan hamil telah diatur secara resmi dalam undang-undang.

Pedoman Kontrak Kerja Freelancer

Di Indonesia sendiri, ketentuan mengenai hubunagn antara pemberi kerja dan pekerja telah diatur dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

Kemudian, aturan lain yang belum diatur dalam UU tersebut terdapat dalam Keputusan meteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi RI No. 100 Tahun 2004 tentang Ketentuan Pelaksanaan PKWT.

Dalam Kepmenaketrans tersebut, sudah ada peraturan pelaksanaan PKWT yang di dalamnya juga terdapat aturan untuk para pekerja lepas.

Meskipun begitu, aturan tersebut belum merinci perlindungan hukum bagi para freelancer dan belum mampu mengakomodir perkembangan jenis hubungan kerja pekerja lepas di lapangan.

Oleh karena itu, diperlukan perjanjian baku atau standarisasi untuk menyusun perjanjian kerja khusus bagi freelancer di Indonesia.

Adapun beberapa acuan kontrak kerja freelancer yang diajukan Sindikasi adalah sebagai berikut:

1. Upah

Dalam acuan kontrak kerja yang diajukan Sindikasi, upah dibayarkan dengan mekanisme tiga tahap, yaitu 20% di awal kontrak, …% di pertengahan pada tanggal tertentu, dan …% di akhir sebagai pelunasan.

Jika ada keterlambatan dalam pembayaran upah, maka pihak pemberi kerja harus membayar denda keterlambatan.

Lebih lanjut, komponen upah yang harus dibayarkan pemberi kerja mencakup upah pokok, asuransi ketenagakerjaan, asuransi kesehatan, dan alat kerja.

2. Jam Kerja

Acuan kontrak kerja dari Sindikasi juga mengatur jam koordinasi kerja untuk freelancer, yaitu sebanyak 8 jam setiap harinya dengan waktu sesuai kesepakatan.

Para pekerja juga berhak menerima waktu istirahat dan upah lembur di luar jam kerja yang telah ditentukan.

3. Jaminan Sosial Tenaga Kerja

Jaminan Sosial Tenaga Kerja atau bentuk perlindungan yang diberikan kepada pekerja beserta keluarganya terhadap berbagai risiko kerja.

Acuan kontrak kerja dari Sindikasi mengajukan adanya Jaminan Sosial Tenaga Kerja dengan mekanisme pergantian yang atau dimasukkan dalam komponen upah.

4. Alat Kerja

Sebagian besar pekerja lepas bekerja menggunakan alat kerjanya sendiri. Padahal, pemberi keja seharusnya memberikan fasilitas berupa alat kerja.

Oleh karena itu, Sindikasi merancang acuan kontrak untuk alat kerja dengan opsi: 1) disediakan oleh pemberi kerja, atau 2) membayar uang sewa alat kerja kepada pekerja.

5. Hak Kekayaan Intelektual

Dalam bidang industri kreatif, tak jarang banyak perusahaan atau pemberi kerja yang sudah menggunakan hasil karya para pekerja sebelum melakukan pelunasan biaya.

Dengan ini, Sindikasi mengajukan acuan kontrak kerja di mana pihak pemberi kerja harus melakukan pelunasan biaya terlebih dahulu sebelum menggunakan hasil karya pihak pekerja.

6. Perlindungan terhadap Pekerja Perempuan

Mengingat akan lebih rentannya pekerja perempuan, Sindikasi juga mengajukan acuan kontrak kerja yang mengatur perlindungan terhadap pekerja perempuan.

Perlindungan tersebut mencakup: 1) menyediakan transportasi yang aman jika bekerja di atas pukul 10 malam, 2) adanya hak cuti haid dan melahirkan sesuai UU, 3) perlindungan terhadap ancaman kekerasan dan pelecehan seksual.

Baca juga: