Menjaga Etika Dalam Debat: Sebuah Seni Komunikasi Politik

Etika debat menjadi perbincangan hangat di dunia maya tepat setelah debat cawapres tanggal 21 Januari kemarin. Banyak netizen menilai bahwa Cawapres nomor urut 2 tidak menunjukkan etika yang baik pada saat debat karena banyak melontarkan kata-kata yang terkesan meremehkan dan bahkan merendahkan cawapres lainnya. 

Sekilas tentang debat

Debat sendiri dapat diartikan sebagai kegiatan beradu pendapat untuk mempertahankan argumen masing-masing mengenai satu topik. Ketika berdebat tentu setiap individu berusaha untuk memenangkan debat dengan mematahkan argumen dari lawan. Namun, tetap ada etikanya ya Briefee!

Sebenarnya, etika apa saja sih yang perlu dijaga dalam debat?

Berikut beberapa etika dasar yang harus dijaga dalam debat:

  1. Penggunaan bahasa dalam debat

Dalam debat penting untuk menggunakan bahasa yang santun agar tidak menyinggung lawan debat. Hindari menggunakan kata-kata yang berunsur SARA, merendahkan secara fisik atau bahkan menyerang secara personal.

  1. Berbicara sesuai dengan data dan fakta 

Ketika menjawab argumen dari lawan perlu juga didukung dengan data dan fakta yang jelas untuk meningkatkan kredibilitas argumen yang kita sampaikan. Hindari penyampaian opini yang tidak berdasar, apabila tujuannya hanya untuk menyerang personal dari lawan debat. 

Mengapa penting bagi seorang capres dan cawapres menjaga etika dalam debat?

Suko Widodo, seorang pakar komunikasi politik dari Universitas Airlangga (Unair) Surabaya menekankan bahwa ada 3 unsur penting yang perlu dijaga dalam komunikasi politik, yaitu logika, etika dan estetika. 

  • Logika menjadi penting dalam debat karena tujuan utama dari debat sendiri adalah untuk mengadu ide dan gagasan. Aspek ini bertujuan untuk menilai apakah seorang capres dan cawapres Indonesia memiliki pemahaman yang mumpuni dalam berbagai bidang yang akan ditangani kedepannya.
  • Etika juga menjadi aspek penting dalam komunikasi karena berkaitan dengan sikap dan perilaku baik dalam berkomunikasi. Seperti pepatah mengatakan “ilmu tanpa etika tidak ada artinya” yang berarti seorang yang pintar juga harus memiliki etika atau karakter yang baik.
  • Estetika sendiri berkaitan dengan pemilihan diksi dan kata-kata yang tepat dan efektif. Ibarat seorang seniman yang sedang melukis, berkomunikasi dalam politik memerlukan warna dan kuas yang tepat agar pesan komunikasinya tersampaikan dengan baik.

Lalu, bagaimana dengan penggunaan istilah? Strategi atau boomerang?

Istilah-istilah asing memang menjadi senjata ampuh dalam berdebat. Namun, senjata itu harus dipakai dengan bijak agar tidak menjadi boomerang

Penggunaan istilah asing memang tidak dilarang, tapi ada baiknya istilah-istilah tersebut disertai dengan penjelasan yang matang agar semua peserta debat dapat memahami konteks dan maksud yang ingin disampaikan.

Layaknya “pisau bermata dua”, penggunaan istilah asing di satu sisi dapat membuat lawan menjadi terintimidasi, tetapi di sisi lainnya, penggunaan istilah tanpa penjelasan yang baik akan membuat komunikasi menjadi tidak efektif.

Mau tahu insight lainnya seputar dunia komunikasi? Yuk kunjungi laman web Stories From BRIEFER dan nantikan update lainnya. See you!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *