Teori pelanggaran harapan berkaitan dengan bagaimana seseorang bereaksi ketika ekspektasinya tidak dapat dipenuhi.
Saat berinteraksi dengan orang lain, tentunya kamu memiliki harapan atau ekspektasi tertentu kepada individu tersebut, bukan? Entah berharap mereka akan membantumu atau merespon ucapanmu dengan baik.
Lantas, apa yang akan kamu lakukan jika orang tersebut justru bersikap jauh dari harapanmu atau tidak sesuai ekspektasimu? Apakah kamu akan marah, kesal, atau sedih?
Nah, teori pelanggaran harapan mencoba untuk mengkaji reaksimu terhadap pelanggaran harapan yang dialami saat berinteraksi.
Bagi kamu yang ingin mengenal dan memahami teori ini secara lebih mendalam, yuk simak uraian berikut sampai habis!
Ide Pokok Teori Pelanggaran Harapan
Teori pelanggaran harapan atau expectancy violation theory adalah sebuah teori yang mengkaji tentang reaksi individu terhadap adanya pelanggaran ekspektasi dalam interaksi sosial.
Awalnya, teori ini dikembangkan oleh Judee K. Burgoon pada sekitar akhir 1970-an, dan berlanjut hingga tahun 1980-1990-an.
Pelanggaran harapan terjadi ketika terdapat perbedaan antara apa yang seseorang ekspektasikan dalam sebuah situasi atau interaksi, dengan apa yang sebenarnya terjadi.
Sebenarnya, reaksi terhadap hal yang tidak sesuai dengan ekspektasi tersebut tidak selalu negatif. Bisa juga reaksi terhadap pelanggaran harapan justru malah positif, tergantung pasa sejumlah faktor.
Faktor tersebut misalnya yaitu hubungan interpersonal antar kedua individu, konteks komunikasi terjadi, intensitas pelanggaran, hingga norma sosial.
3 Asumsi Teori Pelanggaran Harapan
Berikut beberapa asumsi dari expectancy violation theory:
1. Asumsi Ekspektasi
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, tiap individu pastinya memiliki ekspektasi atau harapan tertentu mengenai bagaimana orang lain harus bersikap padanya.
Ekspektasi sendiri bukanlah bawaan lahir. Alih-alih, ekspektasi muncul dalam diri seseorang berdasarkan latar belakang budaya dan pengalamannya.
Nah, munculnya ekspektasi dalam diri seseorang akan mendorong terjadinya suatu interaksi. Dengan kata lain, ekspetasi tersebut dapat memotivasinya untuk berperilaku tertentu.
Misalnya, kamu membutuhkan bantuan, tetapi kamu bingung apakah A atau B yang akan kamu mintai bantuan. Berdasarkan kedekatan, akhirnya kamu memilih A dengan ekspektasi bahwa dia pasti akan bersedia membantu.
Alhasil, kamu pun memutuskan untuk berani meminta bantuan kepada si A karena atas dasar ekspektasi kamu tersebut.
2. Asumsi Pelanggaran
Apabila ekspektasi seseorang terhadap sesuatu tidak dapat terpenuhi, dalam artian orang lain yang diajak berinteraksi berperilaku tak sesuai keinginan, maka hal ini dinamakan pelanggaran harapan.
Misalnya, dalam contoh sebelumnya, kamu akhirnya berani untuk meminta bantuan kepada si A dengan ekspektasi dia pasti akan membantumu.
Namun ternyata, si A malah menolak untuk membantu, yang mana hal ini tentu tidak sesuai dengan ekspektasimu sebelumnya.
Hal ini berarti dalam kasus tersebut, telah terjadi pelanggaran terhadap harapanmu yang dilakukan oleh si A.
3. Asumsi Reaksi
Reaksi karena adanya pelanggaran harapan atau hal yang tidak sesuai ekspektasi dapat berupa penyesuaian ekspektasi, penilaian terhadap pelanggaran, atau perubahan hubungan antara pelaku dan penerima pelanggaran.
Misalnya, karena si A telah menolak untuk membantumu, kamu pun akhirnya kesal padanya. Hubunganmu dengan si A pun menjadi renggang.
Akan tetapi, perlu dicatat bahwa reaksi terhadap pelanggaran harapan juga bisa bersifat positif, tidak selalu menjadi negatif.
Contohnya, katakanlah kamu akhirnya meminta tolong pada si B, tetapi dengan ekspektasi bahwa permintaanmu sudah pasti akan ditolak.
Namun ternyata, si B malah bersedia untuk membantumu. Hal ini juga tetap dinamakan pelanggaran harapan karena respon si B tidak sesuai ekspektasimu.
Alhasil, respon yang kamu berikan pada B pun menjadi positif. Misal, kamu jadi berpikir bahwa dia ternyata adalah orang yang baik dan kamu berniat akan lebih menghargainya di masa depan.
Contoh Kasus Teori Pelanggaran Harapan
Sebenarnya, contoh kasus teori pelanggaran harapan dapat dengan mudah kamu temui dalam kehidupan sehari-hati, bahkan pada kasus skala besar, misalnya yang melibatkan public figure.
Dalam section ini, mari kita bahas tentang kasus cancel culture Kim Seon Ho dan hubungannya dengan teori pelanggaran harapan.
Kim Seon Ho merupakan seorang aktor Korea Selatan yang namanya dikenal hingga mancanegara, terutama setelah bermain dalam drama “Start-Up” dan “Hometown Cha-Cha-Cha”.
Ia dikenal sebagai aktor dengan citra yang positif dan memiliki banyak penggemar karena perilakunya yang terlihat sopan di depan kamera.
Kemudian suatu hari, Kim Seon Ho terkena skandal dengan mantan pacarnya. Dalam kasus tersebut, ia diduga memaksa mantan pacarnya untuk melakukan aborsi.
Kasus ini lantas banyak membuat publik kaget dan tidak menyangka atas apa yang dilakukan Kim Seon Ho karena menganggap bahwa ia merupakan pria baik-baik.
Buntut dari kasus tersebut, muncul gerakan cancel culture terhadap Kim Seon Ho. Fenomena ini merujuk pada fenomena ketika seseorang yang sudah melanggar norma akan dikucilkan oleh sekelompok anggota masyarakat.
Meskipun akhirnya kasus tersebut tidak terbukti benar, ini dapat menjadi contoh yang tepat dalam menggambarkan bagaimana teori pelanggaran harapan terjadi.
Pada awalnya, masyarakat memiliki ekspektasi kepada Kim Seon Ho sebagai seseorang yang memiliki sifat dan perilaku yang positif.
Namun, ketika skandal tersebut muncul, terjadi pelanggaran harapan atau ketidaksesuaian antara ekspektasi masyarakat dengan perilaku Kim Seon Ho.
Sebagai reaksi, masyarakat pun merasa kaget, geram, dan marah. Mereka juga akhirnya melakukan cancel culture kepada Kim Seon Ho.
Itulah dia penjelasan lengkap mengenai teori pelanggaran harapan atau Expentancy Violation Theory (EVT), mulai dari ide pokok, asumsi, hingga contoh kasusnya.
Apabila kamu ingin membaca insight lain dalam dunia komunikasi, terutama mengenai teori komunikasi interpersonal, yuk kunjungi laman web Stories from BRIEFER sekarang juga!