Social Identity Theory: Lingkungan Sosial dan Pengaruhnya pada Keputusan Pembelian

Pernah ga kalian terdorong untuk membeli suatu produk karena peer pressure? Ternyata dorongan tersebut merupakan hal yang wajar. Abraham Maslow mengatakan dalam piramida hirarkinya bahwa manusia merupakan makhluk sosial dan hampir setiap harinya membutuhkan validasi dari lingkungan sosialnya. Pengaruh atau dorongan itu disebut sebagai Social Identity Theory. 

Social Identity Theory adalah teori yang membahas mengenai bagaimana kita sebagai individu mempunyai beberapa identitas “diri” yang berhubungan dengan kelompok-kelompok tertentu. 

Hal ini juga merujuk pada bagaimana hubungan tersebut menghasilkan pengartian diri tidak hanya sebagai “saya” tapi juga “kita” sebagai makhluk sosial, memberikan “dukungan”  untuk orang-orang yang juga memiliki identitas yang serupa. Misalnya, sekelompok orang yang mengonsumsi hal serupa mempunyai kemungkinan lebih besar untuk berinteraksi dan menjalin hubungan, dibanding mereka yang memiliki perbedaan selera.  

Social Identity Theory ini dapat menjadi sebuah pertimbangan dalam strategi pemasaran suatu brand/produk. Mengapa begitu? Karena masyarakat memiliki tendensi untuk mengikuti arus konsumsi kelompok agar menjadi bagian dari kelompok tersebut. 

Lalu, apa aja sih macam-macam kelompok sosial yang dapat mempengaruhi individu dalam konsumsi produk? 

  • Social Power

Kekuasaan sosial merujuk pada kapasitas dalam mengubah perilaku orang lain (Solomon, 2020) dalam keputusan pembelian produk. Terdapat enam macam kekuasaan sosial, yaitu referent power, information power, legitimate power, expert power, reward power, dan coercive power. Contoh sederhana dari social power adalah bagaimana Suhay Salim, beauty influencer dapat mempengaruhi banyak orang dalam membeli produk perawatan kulit tertentu.

  • Reference Group

Kelompok atau individu yang secara tidak langsung ataupun langsung mempunyai pengaruh signifikan pada aspirasi, evaluasi, atau perilaku orang lain (Solomon, 2020). Dampak dari grup ini bisa positif maupun negatif. Contohnya adalah seseorang yang berada dalam pertemanan sehat bisa mempengaruhi pola hidup selanjutnya secara konsisten. 

  • Conformity

Seseorang juga akan terdorong untuk mengkonsumsi sesuatu apabila barang atau produk tersebut dinormalisasi dalam masyarakat. Mengapa? Karena masyarakat memiliki  kecenderungan untuk mengikuti orang lain untuk selaras dengan lingkungan. Keselarasan tersebut merupakan reaksi pada tekanan kelompok yang nyata ataupun tidak (Solomon, 2020). 
Contoh dari conformity adalah adanya peningkatan pembelian jaket jeans saat film Dilan 1990 sedang ramai karena dianggap sebagai sebuah trend yang telah menjadi sebuah keselarasan di masyarakat.

  • Brand Communities

Suatu brand juga dapat membangun komunitasnya sendiri, yang pada akhirnya dapat membentuk loyalitas tinggi dari konsumennya. Sesekali brand membuat event untuk mendorong interaksi dan jalinan relasi antara anggota komunitas tersebut. 

Beberapa contoh dari komunitas brand adalah komunitas mobil, komunitas game, komunitas fotografi, dan sebagainya.  

Dari penjelasan diatas, terbukti bahwa lingkungan sosial mempunyai pengaruh yang besar dalam keputusan pembelian individu. Karena hal tersebut, brand perlu mempertimbangkan aspek sosial dalam strategi pemasaran. 

Semoga artikel ini bermanfaat untukmu Briefee! Jika kamu perlu pertimbangan untuk strategi pemasaran, bisa langsung ke briefer.id yah!