Sebuah ulasan literatur dari riset oleh Rachmat Kriyantono berjudul “Do the Different Terms Affect the Roles? A Measurement of Excellentand Managerial Role of Business and Government Public RelationsPractices in Indonesia”
Di luar negeri, istilah ‘public relations‘ bukanlah satu-satunya istilah yang digunakan dalam praktik PR. Terdapat beberapa istilah lain yang digunakan, seperti communication management, corporate communication, reputation management, hingga customer relations management. Di Eropa, istilah ‘communication management‘ dan ‘corporate communication‘ lebih umum digunakan, sementara ‘public relations‘ lebih banyak diadopsi di Amerika dan secara internasional.
Grunig & Hunt (1984) pernah meneliti selama 15 tahun ke 327 perusahaan di Amerika, Kanada, dan UK mengenai penggunaan istilah ‘public relations‘ dan ‘communication management‘. Hasilnya, keduanya memiliki fungsi yang sama. Namun, literatur lainnya, seperti yang dilakukan oleh Murray (2002), tidak menganggap bahwa public relations dan communication management memiliki fungsi yang sama secara keseluruhan, meskipun keduanya memang memiliki relevansi.
Lantas, bagaimana dengan di Indonesia? Di Indonesia, terdapat dua istilah yang digunakan untuk menyebut seorang praktisi PR, yaitu ‘public relations‘ itu sendiri dan ‘humas’ yang merupakan terjemahan dari public relations. Istilah ‘public relations‘ biasanya digunakan dalam perusahaan, sedangkan ‘humas’ lebih sering dipakai oleh lembaga kementerian, perguruan tinggi negeri, hingga BUMN.
Sebenarnya secara harfiah, ‘public relations‘ tidak sama dengan ‘humas’. Jika diartikan ke bahasa Indonesia, ‘public relations‘ berarti ‘hubungan publik’. Sementara itu, ‘humas’ adalah singkatan dari ‘hubungan masyarakat’. Ini berarti, terdapat perbedaan penyebutan antara ‘publik’ dan ‘masyarakat’. Kata ‘publik’ dalam bahasa Indonesia lebih berarti sebuah kelompok dalam masyarakat, tidak harus berada dalam wilayah geografis yang sama, tidak perlu terikat oleh norma sosial yang sama, tetapi terikat oleh kepentingan bersama terhadap suatu permasalahan.
Namun, meskipun memiliki penyebutan yang berbeda, baik itu praktisi PR maupun humas seharusnya memiliki peran dan tanggung jawab yang sama dalam pekerjaan. Umumnya, teori yang digunakan untuk mengukur standar dari praktik PR adalah excellence theory. Jadi seharusnya, perbedaan penyebutan antara PR atau humas tidaklah penting, karena peran keduanya harus mengacu pada excellence theory.
Adapun 10 prinsip standar untuk kegiatan PR dalam excellence theory antara lain:
- PR terlibat dalam fungsi strategis manajemen
- PR merupakan bagian dari entitas yang mempunyai pengaruh besar, serta dapat berkomunikasi langsung dengan para top management
- Fungsi PR terintegrasi dalam satu manajemen
- Fungsi manajemen PR terpisah dengan fungsi manajemen lain
- PR melakukan fungsi manajemen komunikasi, tidak hanya berperan dalam aspek teknis
- PR mengadopsi model simetris dua arah untuk membangun hubungan dengan publik
- PR mengadopsi model simetris dua arah dalam sistem komunikasi internal
- Implementasi fungsi PR harus didasarkan pada pengetahuan yang memadai
- Adanya keragaman peran dalam menjalankan fungsi PR
- PR memprioritaskan kode etik dan integritas profesi
Rachmat Kriyantono melalui risetnya mencoba meneliti apakah perbedaan istilah antara ‘public relations‘ dan ‘humas’ akan memengaruhi peran yang dijalankannya. Jika mengacu pada Self-Fulfilling Prophecy Theory, diasumsikan bahwa istilah atau label yang melekat pada diri seseorang dapat memengaruhi perilaku orang yang memperoleh label tersebut. Jadi, ada kemungkinan bahwa praktisi humas akan lebih berfokus untuk menjalin hubungan kepada masyarakat (pihak eksternal), tetapi tidak termasuk pihak internal, yang mana menjadi bagian dari ‘publik’. Hal ini didukung oleh riset Arthatianda (2015) yang menyebut bahwa Humas lebih menargetkan media massa dan komunitas dalam praktiknya.
Dengan teknik pengumpulan data berupa survei kuisioner, terdapat 30 responden yang berpartisipasi, 3 responden merupakan manajer PR di perusahaan, sedangkan 23 responden merupakan manajer Humas di organisasi pemerintahan.
Hasilnya, dilaporkan bahwa responden yang menyebut dirinya ‘public relations‘ lebih banyak menganut prinsip dalam excellence theory dibandingkan responden yang merupakan seorang humas. Selain itu, peran dari praktisi PR juga lebih cenderung ke fungsi manajerial, sedangkan humas lebih cenderung kepada hal-hal teknis, seperti membuat brosur, press release, hingga majalah. Lebih lanjut, praktisi PR juga mengelola baik komunikasi eksternal maupun internal, sementara humas hanya berfokus pada pihak eksternal.
Jika kamu ingin membaca riset di atas secara lebih lengkap, kamu bisa mengaksesnya melalui link di bawah ini, ya, Briefee: