Dari sekian banyak profesi yang menceritakan kisah melalui gambar, Kristianto Purnomo, pria kelahiran Kulon Progo, 15 Maret 1981, memilih menjadi pewarta foto.
Lulusan S1 Komunikasi ini memiliki kecintaan mendalam terhadap fotografi, sebuah medium yang menurutnya mampu merekam keindahan dunia dari sudut pandang uniknya. “Aku suka merekam apa yang menarik kulihat dari sudut pandangku dalam selembar foto,” katanya santai, mencerminkan kepribadiannya yang jenaka.
Awal Perjalanan: Kamera Pertama dan Inspirasi dari Ibu
Ketertarikan Kristianto pada fotografi dimulai dari ibunya. “Ibuku yang pertama kali memperkenalkanku dengan kamera,” ujarnya. Sosok ibunya menjadi inspirasi awal, diikuti mentor seperti Oscar Motulloh, seorang pewarta foto yang diakui karena perspektif satir, simbolik, hingga kemampuannya menulis.
Namun, apa yang benar-benar memotivasi Kristianto untuk menjadi wartawan foto? “Keliling dunia dengan kamera,” jawabnya tegas. Baginya, profesi ini adalah kombinasi sempurna antara hobi berkelana dan kecintaannya pada fotografi.
Momen-Momen Berkesan sebagai Pewarta Foto
Pengalaman pertama Kristianto meliput berita membawanya ke bawah kolong jembatan di Manggarai. “Mereka tinggal di bawah kolong jembatan. Itu membuka mataku terhadap berbagai realitas sosial yang sebelumnya tak kukenal,” kenangnya. Pengalaman ini, meski awal, meninggalkan kesan mendalam.
Namun, pekerjaan ini juga membawa tantangan besar. Salah satunya adalah ketika idealisme jurnalistik bentrok dengan tekanan bisnis media. “Tantangan terbesar adalah saat idealisme sebagai jurnalis kalah dengan persoalan angka views,” ungkapnya.
Bahkan, tak jarang Kristianto harus menghadapi situasi berbahaya, terutama saat meliput bencana atau kerusuhan. Ia mengatasi situasi itu dengan mengukur lokasi dan mengetahui kapan harus meninggalkan tempat demi keselamatan. Meski penuh risiko, ada kebanggaan tersendiri baginya ketika hasil fotonya mampu memantik perubahan besar di masyarakat.
Dunia Baru sebagai Fotografer Lepas
Keputusan Kristianto untuk menjadi fotografer lepas bukanlah pilihan yang mudah. Dia terpaksa beralih profesi setelah terkena pemutusan hubungan kerja (PHK). “PHK itu keuntungan tersendiri bagiku. Sekarang aku bebas mengatur waktu kerja, dan beban hidup terasa lebih ringan,” katanya. Sebagai pekerja lepas, tantangan terbesarnya adalah menjaga kestabilan finansial dan emosional.
Namun, kebebasan ini memberikan Kristianto ruang untuk beristirahat dan mengejar hal-hal lain di luar pekerjaan. Ia merasa mampu menikmati hidup dengan lebih baik, tanpa drama kantor yang sering menyita energi.
Mengabadikan Manusia dan Persoalan Sosial
Dalam setiap karyanya, Kristianto kerap mengeksplorasi tema manusia dan persoalan sosial. Baginya, tema ini sangat dekat dengan kehidupan sehari-hari.
“Aku nggak punya gaya fotografi khusus. Aku hanya ingin jujur dan lugas dalam memaknai peristiwa,” ujarnya. Proses kreatifnya dimulai dari riset, membayangkan hasil terbaik, hingga memastikan foto sudah ada di benaknya sebelum diambil.
Meski demikian, ada momen-momen sulit, seperti saat ia harus mengabadikan kerusuhan yang menelan korban jiwa. “Ada rasa tak berdaya, tapi tanggung jawab sebagai pewarta memaksaku terus merekam kejadian tersebut,” tuturnya penuh emosi.
Pelajaran Hidup dari Fotografi
Selama lebih dari dua dekade berkarier, Kristianto belajar banyak hal. Satu pelajaran terbesar yang ia petik adalah kesabaran. “Kesabaran menentukan momen terbaik untuk menekan rana kamera juga mengajarkanku kesabaran dalam hidup,” ungkapnya.
Salah satu pengalaman yang mengubah hidupnya adalah liputan bencana Tsunami Palu. Peristiwa itu menyadarkannya akan kefanaan hidup dan pentingnya menikmati waktu bersama orang tercinta. “Kematian bisa datang kapan saja. Jadi aku belajar menghargai waktu dengan keluarga,” katanya.
Harapan dan Proyek Masa Depan
Ke depan, Kristianto memiliki mimpi besar untuk membuat proyek fotografi panjang yang mengeksplorasi tema toleransi. Ia juga ingin berkeliling Indonesia dan mengabadikan kisah-kisah dari berbagai daerah. “Aku ingin proyek ini memiliki benang merah yang kuat dan akhirnya bisa dipamerkan atau dibukukan,” harapnya.
Sebagai pesan kepada fotografer muda, ia menekankan pentingnya memahami tanggung jawab sebagai pewarta foto. “Kita menjadi saksi atas peristiwa, dan tugas kita adalah memastikan foto-foto itu tetap relevan untuk masa depan,” pesannya bijak.
Bagi Kristianto, fotografi bukan hanya pekerjaan, melainkan panggilan hidup. Dengan lensa di tangan, ia terus merekam dunia, berharap karyanya mampu membawa perubahan yang lebih baik bagi banyak orang.