6 Dimensi Budaya Hofstede, Ini Pengertian dan Contohnya!

copy-space-friends-looking-each-other-with-chat-bubble

Pada sekitar tahun ’60-an, seorang psikolog sosial asal Belanda, Gerard Hendrik Hofstede, mengembangkan teori atau konsep mengenai dimensi budaya.

Konsep ini membantu kita mengenali dan memahami perbedaan budaya, nilai-nilai, dan sikap yang ada di berbagai negara.

Untuk kamu yang ingin mempelajari lebih dalam mengenai konsep dimensi budaya menurut Hofstede, yuk simak artikel ini sampai habis!

Apa itu Dimensi Budaya Menurut Hofstede?

Dimensi budaya Hofstede adalah konsep yang digunakan untuk memahami perbedaan budaya antar-negara dengan mengkategorisasi enam dimensi utama.

Dengan menggunakan dimensi-dimensi tersebut, kita dapat menganalisis bagaimana nilai-nilai yang diterapkan suatu budaya memengaruhi perilaku individu, baik di tempat kerja maupun dalam interaksi sosial lain.

Dengan begitu, kita juga akhirnya dapat mengantisipasi gesekan yang terjadi akibat perbedaan pola komunikasi, serta menghindari kesalahan interpretasi akibat kurangnya pemahaman mengenai budaya lain.

6 Dimensi Budaya Hofstede

Hofstede mengakategorisasi 6 dimensi budaya, yaitu:

1. Dimensi Jarak Kekuasaan (Power Distance Index)

Power distance index adalah dimensi yang mengukur sejauh mana individu yang kurang berkuasa dalam suatu masyarakat menerima bahwa kekuasaan tidak didistribusikan secara merata.

Masyarakat yang memiliki budaya dengan jarak kekuasaan tinggi akan memiliki struktur hierarki yang kuat, memberikan penghormatan pada otoritas, serta menerima perbedaan status yang besar.

Dalam lingkungan kerja, ini bisa dicontohkan dengan bawahan yang harus selalu setuju dan memenuhi perintah atasan, serta sangat hormat kepada orang yang lebih tua.

Sebaliknya, budaya dengan jarak kekuasaan rendah akan cenderung menekankan pada kesetaraan pada tiap individu, serta mendorong partisipasi demokratis.

Indonesia termasuk dalam negara yang memiliki budaya dengan jarak kekuasaan tinggi. Bisa kamu lihat sendiri bahwa Indonesia memiliki tingkat otoritas yang jelas, misal antara atasan dan bawahan, guru dan murid.

Kemudian, struktur hierarki tersebut diikuti dengan ketat, mencerminkan bahwa kita memiliki nilai budaya yang menjunjung tinggi kehormatan dan kepatuhan terhadap otoritas yang lebih tinggi.

Contoh negara lain yang memiliki budaya dengan jarak kekuasaan tinggi adalah Filipina, India, Korea Selatan, dan Arab Saudi.

Sementara itu, negara yang memiliki budaya dengan jarak kekuasaan rendah di antaranya adalah Belanda, Denmark, Swedia, dan Finlandia.

2. Dimensi Penghindaran Ketidakpastian (Uncertainty Avoidance Index)

Uncertainty avoidance index merujuk pada sejauh mana anggota dalam suatu masyarakat merasa tidak nyaman atau menghindari situasi yang ambigu atau tidak pasti.

Budaya dengan penghindaran ketidakpastian yang rendah, seperti Indonesa, cenderung lebih nyaman dan terbuka dengan situasi yang tidak pasti, perubahan, serta kondisi tidak terduga.

Sementara itu, budaya dengan penghindaran ketidakpastian yang tinggi, seperti Jepang, akan cenderung mempunyai aturan yang kaku untuk menghindari risiko dan perubahan.

3. Dimensi Individualisme vs Kolektivisme

Saat membedakan budaya dari beberapa negara, banyak orang biasanya akan mengukur dimensi individualisme dan kolektivismenya.

Nah, dimensi individualisme vs kolektivisme ini mengukur sejauh mana individu dalam suatu masyarakat lebih memperhatikan diri sendiri dan keluarga terdekat dibandingkan bekerja dengan kelompok yang lebih besar.

Budaya individualisme akan cenderung mengutamakan kepentingan privadi, sementara budaya kolektivisme menekankan pada kesetiaan dan kepentingan bersama.

Negara yang memiliki budaya individualis adalah Amerika Serikat, Australia, Finlandia, dan Jerman, sementara negara dengan budaya kolektivis di antaranya adalah Indonesia, Brazil, dan India.

4. Dimensi Maskulinitas vs Femininitas

Dimensi maskulinitas dan femininitas merujuk pada sejauh mana masyarakat menganut nilai-nilai maskulin (kesuksesan, kompetisi, dan prestasi) dibanding nilai-nilai feminin (kualitas hidup, kerja sama, dan hubungan sosial).

Dengan kata lain, masyarakat di negara dengan nilai maskulinitas tinggi cenderung menghargai ambisi dan pencapaian, sementara masyarakat dengan nilai feminitas tinggi lebih menghargai empati dan keseimbangan hidup.

Contoh negara yang memiliki tingkat maskulinitas tinggi adalah Jepang, Australia, dan Amerika Serikat. Sementara itu, negara dengan tingkat femininitas tinggi adalah Denmark, Norwegia, dan Finlandia.

5. Dimensi Orientasi Jangka Panjang vs Orientasi Jangka Pendek

Long term vs short term orientation mengukur sejauh mana masyarakat memprioritaskan masa depan dibandingkan masa kini atau masa lalu.

Jika memprioritaskan masa depan, maka anggota masyarakat di dalamnya cenderung mengedepankan ketekunan, perencanaan, dan tabungan.

Sementara itu, anggota masyarakat dengan budaya yang memprioritaskan masa kini atau masa lalu lebih cenderung menghormati tradisi dan memenuhi kewajiban sosial.

Contoh negara yang berorientasi jangka panjang adalah Jepang, Taiwan, dan Korea Selatan. Sementara itu, negara dengan orientasi jangka pendek adalah Italia, Inggris, dan Prancis.

6. Dimensi Indulgence vs Restraint

Indulgence vs restraint merupakan dimensi baru yang ditambahkan Hofstede dalam edisi terakhir buku ‘Cultures and Organizations: Software of the Mind’.

Dimensi yang satu ini mengukur sejauh mana masyarakat berfokus pada kebahagiaan, kenikmatan hidup, dan kesenangan.

Budaya indulgence cenderung mengizinkan anggota masyarakat untuk dapat memenuhi kepuasan yang relatif bebas dengan menikmati hidup dan bersenang-senang.

Alhasil, masyarakat yang menganut budaya ini pun akan lebih toleran terhadap perilaku yang berbeda karena sedikit kontrol sosial.

Contoh negara yang menganut budaya indulgence di antaranya adalah Amerika Serikat, Meksiko, Inggris, hingga Australia

Di sisi lain, budaya restraint menekankan pada pengekangan, pengendalian, dan regulasi, sehingga masyarakatnya cenderung memiliki disiplim moral yang lebih kuat.

Di kelompok masyarakat yang menganut budaya ini, akan ada banyak norma yang mengatur individu dalam berperilaku guna menjaga keseimbangan sosial.

Contoh negara yang menganut budaya restraint antara lain adalah Indonesia, Rusia, Cina, Korea Selatan, Selandia Baru, dan India.

Itulah dia penjelasan lengkap tentang dimensi budaya menurut Hofstede, mulai dari pengertian hingga contoh negaranya.

Intinya, perbedaan perilaku dan pola komunikasi yang ada di antara masyarakat disebabkan karena perbedaan nilai-nilai budaya yang mereka anut.

Jika kamu ingin membaca artikel lain tentang teori komunikasi, yuk kunjungi website Stories from BRIEFER dan nantikan terus update-nya!