Proses pembangunan citra dan reputasi membutuhkan proses yang panjang dan mempertahankannya pun merupakan tantangan yang berkelanjutan. Maka dari itu, satu publikasi buruk saja dapat menghancurkan citra yang telah dibangun susah payah.
Salah satu kecanggihan AI yang berpotensi menjadi isu atau krisis perusahaan adalah deepfake. Lalu, bagaimana seorang PR menghadapi hal tersebut? Yuk, kita bahas!
Melakukan Analisis Resiko
Analisis resiko mengenai seberapa besar potensi AI untuk merusak reputasi dan image perusahaan, merek atau individu dapat menjadi fondasi bagi seorang PR untuk menentukan langkah selanjutnya dalam memerangi krisis tersebut.
Beberapa pertanyaan yang dapat menjadi dasar melakukan analisis resiko adalah sebagai berikut:
- Hal terburuk apa yang dapat terjadi?
- Disinformasi seperti apa yang berpotensi disebar oleh seseorang guna merusak reputasi atau citra seseorang?
Selain itu, perlu juga dilakukan pertimbangan terhadap seluruh medium konten deepfake, mulai dari rekayasa foto hingga audio yang mungkin dapat disebarkan dan merugikan perusahaan, khususnya terhadap para pemimpin perusahaan atau CEO.
Merancang Crisis Plan Yang Komprehensif
Setelah melakukan analisis resiko, seorang PR dapat mulai menyusun rencana komunikasi krisis yang komprehensif untuk klarifikasi disinformasi yang ada.
Beberapa langkah-langkah yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
- Melakukan identifikasi terhadap stakeholders utama.
- Tetapkan saluran komunikasi yang akan digunakan selama menjalankan rancangan komunikasi krisis.
- Mengikutsertakan ahli AI dalam rancangan komunikasi krisis.
- Membuat garis besar dari rancangan yang dilakukan untuk melawan berita palsu tersebut.
Seorang ahli AI harus mampu membantah dan menjelaskan di hadapan publik bahwa suatu foto/video merupakan rekayasa AI. Penjelasan yang diberikan juga harus disertai bukti penguat.
Uji Efektivitas Rencana Komunikasi Krisis
Setelah tim dan rencana komunikasi krisis telah matang terbentuk, langkah selanjutnya adalah lakukanlah simulasi terhadap rencana komunikasi tersebut.
Buatlah skenario yang realistis dan menantang untuk meniru krisis yang kemungkinan terjadi. Setiap anggota tim harus berperan sesuai dengan tanggung jawab yang telah ditentukan. Hasil dari simulasi ini dapat digunakan PR dalam memperbaharui rencana komunikasi krisis agar semakin efektif.
Merespon Narasi Deepfake
Responlah situasi dengan tenang, fokus pada narasi perusahaan disertai bukti-bukti penguat. Meski diperlukan kecepatan dalam merespon, namun perusahaan perlu menghindari langkah reaktif untuk meminimalisir human error
Kedepannya, deepfake dapat berpotensi menjadi tantangan dalam industri PR, oleh karena itu seorang PR juga harus melek teknologi guna mendukung tim dalam menghadapi serangan disinformasi dari AI.
Mau tahu insight lainnya seputar dunia komunikasi? Yuk kunjungi laman Stories From Briefer dan nantikan update lainnya. See you!