Salah satu tanggung jawab seorang PR adalah manajemen komunikasi krisis. Manajemen krisis merupakan upaya perusahaan dalam mengurangi atau mencegah terjadinya efek negatif akibat krisis. Adidas adalah salah satu contoh perusahaan yang pernah mengalami krisis, lalu bagaimana upayanya?
Kasus Kontroversi Desain Wayang Adidas
Pada akhir tahun 2021, Adidas merekrut enam orang meliputi Yeri Afriyani dari Indonesia, Jaemy Choong dari Malaysia, Greg Guleserian dari Filipina, Eman Raharno Jerman dari Singapura, Tanit Likitthamarak dari Thailand, dan Le Thanh Tung dari Vietnam yang mewakili negara-negara Asia Tenggara untuk merancang sebuah produk.
Setelah produk tersebut resmi dipasarkan, akun @adidasph dan @adidassg menampilkan gambar sepatu dan menyebutkan bahwa Adidas akan merilis produk edisi khusus bertema Wayang Kulit yang merupakan warisan budaya dari Malaysia.
Peristiwa tersebut mendorong warganet dari Indonesia berkomentar di Instagram @adidasph dan @adidassg. Reaksi publik ini memicu adanya sentimen negatif terhadap merek Adidas.
Bagaimana Adidas menyikapi Krisis Tersebut?
Adidas menuliskan pernyataan resmi melalui Instastory dan feed @adidassg dan @adidasp yang berupa permintaan maaf. Pada postingan instastory dari akun @adidassg ini, terdapat dua strategi untuk merespon krisis.
1. Mengakui Kesalahan
Strategi pertama yang dilakukan adalah rebuild strategis dengan memberikan pengakuan kesalahan yang berbunyi:
“Untuk semua. Terima kasih telah menghubungi kami. Sementara Wayang Kulit adalah bagian penting dari warisan budaya Malaysia, kami seharusnya menyoroti asal-usulnya dari Indonesia dalam postingan kami. Kami dengan tulus meminta maaf atas segala pelanggaran yang tidak disengaja, yang mungkin telah dilakukan, dan kami baru saja mengubah postingan kami.”
Sebagai perusahaan yang telah memiliki image sebagai perusahaan global, manajemen Adidas berkepentingan untuk melindungi reputasi perusahaannya melalui keseriusan mengucapkan permintaan maaf sebagai wujud penyesalan atas kesalahan yang dilakukan sebelumnya oleh manajemen.
Selanjutnya, Adidas mengganti caption lama dengan caption baru pada Instagram feed akun @adidassg dan @adidasph.
2. Bolstering Strategies
Strategi kedua adalah bolstering strategies dengan membuat pernyataan kedua yakni,
“Saat bekerja dengan seniman, untuk mengembangkan perwakilan desain warisan Malaysia dan Asia Tenggara, kami dengan rendah hati terinspirasi oleh warisan budaya yang kaya di negara- negara Asia Tenggara. Untuk menghindari keraguan, baik brand maupun seniman tidak bermaksud untuk mengklaim seni budaya dari Indonesia. Kami sekali lagi berterima kasih atas dukungan anda terhadap merek ini, dan pembuat konten yang berkolaborasi dengan kami untuk merayakan budaya unik kami serta identitas kami”.
Adidas menekankan good relationship, yang telah terjalin antara perusahaan dengan para stakeholder. Mereka juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh pihak yang selama ini menjadi bagian dari perkembangan perusahaan lintas global, menjadi fokus utama manajemen Adidas.
Cepatnya respon Adidas terbukti mengurangi pandangan negatif publik terhadap Adidas. Sejumlah netizen memberikan tanggapan yang relatif lebih positif daripada sebelumnya, meskipun masih terdapat sejumlah sindiran yang diarahkan kepada perusahaan Adidas.
Selain itu, adanya regulasi terstruktur sebelum dan selama peristiwa krisis terjadi, juga dapat menjadi bagian dari strategi pencegahan krisis yang akan datang.
Hasilnya, beberapa warganet di Indonesia pun memberikan respon yang positif setelah Adidas menayangkan post berupa foto dan video yang berisi penjelasan bahwa Wayang Kulit berasal dari Indonesia.
Belajar dari kasus Adidas, sebagai praktisi PR penting untuk melakukan riset mendalam apalagi jika menyangkut budaya suatu negara, agar tidak menimbulkan krisis bagi perusahaan.
Selain itu, salah satu kunci utama manajemen krisis adalah cepatnya tanggapan perusahaan terhadap kasus. Jika krisis tidak cepat ditangani, akan besar kemungkinan berkembang menjadi krisis lainnya.