Sebuah analisa konten oleh Silvanus Alvin, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara
Masyarakat dunia saat ini tengah hidup di era digital karena sudah terkoneksi dengan internet setiap saat. Hal tersebut dapat dipahami sebagai fenomena online all the time yang membawa sebuah pola pikir baru yang mendorong tiap individu untuk berkomunikasi tiap saat, mencari hal-hal yang tidak ketahui di internet, dan mengabadikan momen serta mengunggah kejadian yang terjadi di sekeliling mereka.
Pada umumnya, hal yang paling sering diunggah adalah visual yang menjelma dalam bentuk foto, video ataupun teks yang divisualkan. Broz (2022) menyatakan bahwa Instagram menjadi media sosial terpopuler sebagai tempat para individu mengunggah foto. Per Oktober 2022, terdapat 1,3 miliar foto di Instagram.
Visual sebagai bentuk komunikasi non-verbal biasanya dimanfaatkan dalam berbagai praktik komunikasi politik. Esensi kehadiran visual sangat penting untuk mendapatkan atensi, memberikan bukti untuk menguatkan argumen, dan mendorong seseorang untuk mengambil keputusan tanpa berpikir panjang
Berbagai penelitian juga memberikan konfirmasi bahwa media sosial menjadi medium pilihan bagi para politisi untuk menguatkan strategi komunikasi politiknya. Alvin (2019) menjelaskan alasan utama media sosial menjadi pilihan karena kontrol terhadap unggahan ada di tangan politisi.
Tahun 2022 menempatkan Indonesia sebagai episentrum internasional karena menjadi tuan rumah penyelenggaraan G20 pada 15-16 November. Sebagai tuan rumah, Presiden Jokowi membawa tiga agenda utama yakni pembahasan masalah ekonomi, kesehatan global, serta isu-isu internasional.
Momen penting tersebut perlu dikemas serta dinarasikan secara baik kepada media dan publik, salah satunya melalui Instagram beliau. Tiap unggahan visual di Instagram @jokowi tentunya akan diseleksi sedemikian rupa, baik oleh pribadi Jokowi sendiri maupun Tim Komunikasi Presiden, agar dapat menciptakan citra politik yang baik.
Menurut Bossetta dan Schmokel (2022), tiap unggahan visual di media sosial memiliki kandungan emosi di dalamnya dan dapat mempengaruhi secara signikan keberhasilan komunikasi politik. Emosi dalam komunikasi politik terbagi menjadi dua kategori yaitu kategori utama dan kategori sekunder.
Emosi dari kategori utama adalah bahagia (happiness), takut (fear), marah (anger), dan sedih (sadness). Sementara, kategori sekunder di emosi merupakan gabungan dari dua atau lebih emosi utama.
Analisa konten yang telah diteliti ini berupaya menangkap metakomunikasi dari emosi Jokowi serta para tamu undangan dalam acara G20. Mengetahui emosi para pemimpin negara lain menjadi bermakna karena situasi sosio-politik tengah berada dalam kondisi ketegangan politik internasional.
1.Dominasi Emosi Senang dan Tenang
Dari delapan klasifikasi emosi berdasarkan machine learning AWS, maka diketahui bahwa Jokowi lebih dominan menonjolkan emosi senang (happy). Temuan ini sejatinya tidak terlalu mengejutkan.
Emosi senang yang terpancar dari kumpulan unggahan Jokowi juga memberikan kesan bahwa acara G20 ini patut dipandang sebagai tonggak sejarah yang harusnya mendatangkan kebahagian bagi bangsa. Pasalnya, sejak didirikan pada 1999 silam, pelaksanaan G20 baru pertama kali dilakukan di Indonesia.
Emosi dominan kedua adalah tenang (calm). Dari hasil ini, dapat diketahui bahwa ketenangan atau tampak tenang penting ditunjukkan dalam ranah komunikasi politik.
Emosi ketenangan (calm) esensial dalam perhelatan level internasional yang penting seperti G20. Permasalahan global serta tensi yang tinggi antar kepala negara kurang elok apabila direspon dengan kepanikan
2. Emosi Tamu G20 di Instagram Jokowi
Emosi tenang (calm) lebih dominan karena para tamu G20 seakan mengkomunikasikan keseriusan dan kewibawaan. Data analisis juga menunjukkan bahwa terdapat sebagian kecil tamu G20 yang menampilkan emosi kebingungan (confused) karena proses seleksi foto.
Pemilihan foto yang diunggah akan berorientasi pada visual yang terbaik dari Jokowi. Sementara, bagi tamu G20 yang masuk dalam bingkai (in-frame) akan kurang diperhatikan, sehingga sangat berpotensi memunculkan emosi yang tidak sesuai.
Emosi dan informasi visual jelas memainkan peran besar dalam komunikasi politik. Penjelasan paling sederhana untuk melihat keterkaitan keduanya adalah tidak semua masyarakat dapat merasakan secara langsung pengalaman dengan berkomunikasi dengan Presiden Jokowi serta para tamu undangan G20 di Bali.
Pemahaman akan emosi dalam konteks komunikasi politik krusial untuk dipahami, karena masyarakat yang melihat sebuah informasi visual dapat menyerap emosi yang terkandung di dalamnya dan merefleksikan emosi sesuai yang diinginkan oleh komunikator. Hal inilah yang disebut sebagai pola emotion into actio
Secara garis besar, emosi yang dominan ditampilkan dalam media sosial Presiden Jokowi adalah kesenangan (happy) dan ketenangan (calm). Namun, patut dicermati bahwa secara personal Jokowi lebih menonjolkan emosi senang (happy).
Sementara itu, emosi tenang (calm) lebih mendominasi para tamu G20 yang muncul di media sosial Jokowi. Emosi tersebut untuk menunjukkan kewibawaan. Lebih lanjut, emosi ini tampak menjadi salah satu kriteria utama bagi seorang pemimpin ketika tampil dan berhadapan dengan kepala negara lainnya.
Ingin baca artikel jurnal lebih lengkap? Langsung klik download disini ya Briefee.