Sebuah ulasan literatur oleh Theresia Lavietha Vivrie Lolita, Dosen Ilmu Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara
Tren penggunaan influencer masih cukup tinggi bagi bisnis. Fungsi influencer ini seperti iklan, dengan sentuhan personal untuk lebih mendekatkan diri dengan konsumen melalui foto maupun video di media sosial baik melalui Instagram, Youtube, dan Tiktok.
Influencer masih dianggap sebagai media promosi yang relevan untuk market yang menyasar generasi millenials maupun Z guna meningkatkan awareness perusahaan hingga penjualan produk. Oleh karena itu, perusahaan mengintegrasikan program influencer ke dalam strategi komunikasi oleh Public Relations sebab outlet media berita konvensional seperti surat kabar, televisi, dan radio sudah tidak lagi memadai untuk menjangkau khalayak.
Pendekatan konvensional ini dapat berhasil meningkatkan kesadaran tetapi tidak secara langsung membangun hubungan antara organisasi dan stakeholders seperti hubungan influencer yang terpenuhi saat ini. Menurut Lommatzsch, dengan menurunnya jangkauan media tradisional untuk itu perlu ditambah melalui saluran baru. Organisasi harus membangun identitas online untuk mengembangkan hubungan jangka panjang dengan publik ujar Papasolomou & Melanthiou.
Sayangnya, memastikan kolaborasi yang terjadi dalam hubungan influencer yang autentik, organik, dan transparan antara perusahaan dengan influencer masih menjadi tantangan dan sesuatu yang kompleks yang harus dihadapi pelakunya meskipun hubungan perusahaan dengan influencer ini bukan sesuatu yang baru.
Public Relations (PR) berperan untuk menemukan pihak ketiga untuk mengkomunikasikan pesan perusahaan kepada target audiens. Sehingga pengelolaan praktik hubungan influencer lebih dikelola dibawa payung divisi Public Relations (Gallagher, 2021). Praktisi PR perlu untuk membangun hubungan influencer yang berkualitas karena mereka memiliki keahlian berkomunikasi dan terhubung dengan pemangku kepentingan organisasi yang relevan untuk memenuhi kebutuhan dari sebuah perusahaan.
Membangun hubungan dengan influencer menjadi prioritas baru bagi praktisi PR baik perusahaan maupun konsultan. Alasan mengapa influencer sangat berpengaruh adalah karena keberhasilan mereka membangun audiens yang berubah menjadi sebuah komunitas. Di saat yang sama, organisasi dapat memperoleh kesempatan untuk mendapatkan kepercayaan potensial konsumen dan koneksi yang berkelanjutan.
Perusahaan mencari influencer yang tidak hanya cocok dengan organisasi tetapi juga memiliki minat yang sama dan digemari oleh audiens targetnya. Sangat penting untuk melakukan riset latar belakang secara menyeluruh pada setiap influencer dengan melihat cerita keseharian dan latar belakang mereka (Alampi, 2019).
Influencer relations dan influencer marketing sering diartikan sebagai dua hal yang sama, padahal cukup berbeda. Apa perbedaannya?
Influencer Relations | Influencer Marketing |
1. Menciptakan pengalaman positif dengan influencer dan membangun kemitraan jangka panjang dengan mereka melalui komunikasi yang konsisten dan personal. 2. Tujuan komunikasi terutama pada pembentukan opini, sehingga secara langsung berpotensi mempengaruhi pembentukan opini audiens 3. Sasaran biasanya adalah untuk peningkatan citra dan reputasi, memberi informasi dan edukasi 4. Kredibilitas dan transparansi komunikasi sangat penting untuk mencapai tujuan 5. Evaluasi menggunakan indikator citra dan reputasi, interaksi/engagement dan analisis sentimen. | 1. jenis pemasaran di mana pembuat konten menggunakan platform mereka untuk mempromosikan produk atau layanan brand 2. Berfokus pada peningkatan penjualan, jangkauan dan pesan produk, serta membangun merek 3. Berjangka pendek atau sesuai proyek tertentu 4. Kredibilitas dan transparansi komunikasi relatif tidak penting selama mencapai tujuan pemasaran 5. Evaluasi menggunakan angka penjualan dan jangkauan, interaksi, konversi |
Kristal dan Toth (2022) percaya bahwa perusahaan akan lebih efektif dengan mengadopsi perspektif jangka panjang yang berkelanjutan dan memprioritaskan kolaborasi yang berkelanjutan daripada sekadar satu proyek. Khususnya peningkatan keaslian ulasan saat influencer mempromosikan brand selama berbulan-bulan, memberikan kesan yang lebih kredibel sehingga mengubah influencer tersebut menjadi seorang advocate atau pihak yang menganjurkan penggunaan produk.
Dalam memonitor program influencer, praktisi PR harus mengukur evaluasi secara kuantitatif atau kualitatif. Sasarannya tidak lagi sekedar terpublikasi di media massa mana dan dalam jumlah berapa, tetapi juga harus berupa analisis persepsi yang dibangun atas pemberitaan di media massa atau kegiatan PR lainnya. PR bisa langsung menelusuri analisis persepsi dengan memperoleh data langsung, jadi tidak dengan asumsi sederhana (Wasesa & Macnamara, 2013).
Praktisi PR perlu mengetahui seperti apa persepsi audiens, apa yang sudah diketahui audines, seberapa besar kesadaran yang muncul terhadap produk atau perusahaan, dan media apa yang menjadi sumber informasi target audiens (H, 2013). Pada akhirnya, pengukuran keberhasilan yang tepat akan menjadi sangat penting dalam mengevaluasi laba atas investasi (ROI) manajemen hubungan influencer saat ini.
Program hubungan influencer berorientasi jangka panjang yang dirancang untuk meningkatkan reputasi perusahaan akan memiliki kriteria yang berbeda untuk mengukur R.O.I. daripada satu kali kampanye influencer untuk peluncuran produk baru.
Ingin baca artikel jurnal lebih lengkap? Langsung klik disini ya Briefee http://jurnal.upnyk.ac.id/index.php/komunikasi/issue/view/694