Apakah kamu pernah mengenai istilah gig economy? Di zaman dengan perkembangan internet yang pesat, sistem ekonomi gig memiliki potensi yang tinggi.
Singkatnya, ekonomi gig merujuk pada sebuah sistem kerja yang identik dengan karyawan lepas atau kontrak dengan jangka waktu singkat.
Untuk selengkapnya, yuk simak artikel yang akan menjelaskan tentang apa itu gig economy, mulai dari perkembangan, keunggulan, kelemahan, dan potensinya di Indonesia.
Apa itu Gig Economy?
Gig economy adalah suatu sistem ekonomi atau pekerjaan yang mana perusahaan merekrut pekerja lepas untuk mengerjakan pekerjaan sementara dalam jangka waktu tertentu.
Biasanya, individu yang menjadi pekerja lepas disebut dengan freelancer, kontraktor, independen, atau pekerja berbasis proyek.
Dalam sistem kerja ini, pekerja akan bekerja proyek demi proyek atau tugas demi tugas. Tak jarang, para pekerja tersebut pun direkrut melalui platform online yang dapat menghubungkan antara mereka dengan klien atau perusahaan.
Berbeda dengan karyawan tetap yang digaji bulanan, pekerja dalam sistem ekonomi gig dibayar berdasarkan proyek atau pekerjaan yang mereka selesaikan.
Misalnya, seorang freelancer di bidang content writer dibayar berdasarkan banyaknya tulisan yang dikerjakannya. Semakin dikit proyek yang dikerjakan, maka semakin kecil juga bayarannya.
Perkembangan Gig Economy
Sebenarnya, ekonomi gig merupakan sisitem kerja yang telah ada sejak lama. Konsep ini sudah muncul sejak tahun 1915 ketika musisi jazz memperkenalkan istilah “gig” yang merujuk pada pertunjukan musik.
Musisi jazz tersebut biasanya bekerja berdasarkan pekerjaan. Jadi pada dasarnya, mereka adalah penggagas dari sistem kerja gig.
Sistem ekonomi gig kemudian mulai banyak digunakan seiring berkembangnya teknologi internet pada sekitar tahun 1994.
Hanya sampai setahun kemudian, tepatnya pada 1995, 10% dari pekerja Amerika bekerja sampingan, entah itu menjadi pekerja lepas, kontraktor, atau bahkan pekerja panggilan.
Memasuki tahun 2000-an, sudah muncul sejumlah platform yang memfasilitas pekerja lepas dengan perusahaan, seperti Upwork, Amazon Mechanical Turk, Airbnb, TaskRabbit, dan Uber.
Di Indonesia sendiri, platform yang turut mendukung sistem ekonomi tersebut juga banyak bermunculan, mulai dari Gojek, Grab, Sribulancer, Fastwork, dan BRIEFER.
Apalagi, adanya pandemi Covid-19 yang mengharuskan sebagian besar pekerja untuk bekerja secara online pun mendorong sistem kerja ini untuk berkembang lebih masif.
Keunggulan Gig Economy
Ada beberapa keunggulan sistem ekonomi gig yang membuatnya berkembang sangat signifikan dari tahun ke tahun, di antaranya yaitu:
1. Lebih Fleksibel
Keunggulan utama dari sistem ekonomi gig adalah fleksibilitas yang ditawarkannya. Dari sisi pekerja, mereka hanya akan melakukan pekerjaan dengan sistem proyek demi proyek.
Jadi, para pekerja pun dapat bekerja lebih efektif dan hal tersebut dapat memudahkan mereka untuk mendapatkan uang.
Selain itu, karena pekerja tidak harus hadir di kantor 8 jam per hari, maka mereka biasanya bisa lebih fleksibel dalam hal waktu dan tempat saat mengerjakan proyek.
Sementara itu, dari sisi klien atau perusahaan, mereka tidak perlu mempekerjakan seseorang untuk digaji setiap bulan.
Mereka hanya akan menggaji pekerja jika telah mengerjakan suatu tugas atau proyek dalam jangka waktu tertentu. Jadi, para pelaku usaha dapat menjadikan hal ini sebagai cara mengurangi biaya overhead.
2. Lebih Mudah Mendapat Kerja
Pandemi Covid-10 pada 2020 lalu membuat sejumlah pekerja di-PHK massal dari tempat kerjanya. Pekerja pun makin sulit untuk mencari pekerjaan.
Nah, adanya sistem kerja gig memudahkan pekerja untuk mendapat pekerjaan baru guna memenuhi kebutuhan hidup.
3. Menambah Diversifikasi Pendapatan
Banyak pekerja yang sudah menjadi karyawan tetap di perusahaan juga mencari penghasilan tambahan melalui freelance.
Ini memungkinkan individu untuk memperoleh pendapatan sampingan di luar pekerjaan utama. Jadi, hal ini pun mengurangi risiko pekerja untuk kehilangan pekerjaan dan pendapatannya secara keseluruhan.
Kekurangan Gig Economy
Di samping beberapa keunggulan, gig economy juga memiliki sejumlah kekurangan, di antaranya yaitu:
1. Ketidakpastian Pendapatan
Kekurangan yang biasanya banyak menjadi concern para pekerja lepas adalah adanya ketidakpastian pendapatan.
Sebab terkadang, klien atau proyek yang masuk tidak selalu datang silih berganti. Jadi, mungkin ada kalanya pekerja tidak mendapat proyek apa pun dalam jangka waktu tertentu.
Selain itu, tak jarang juga pekerja lepas mengalami keterlambatan pembayaran yang tidak sesuai kesepakatan dari klien.
2. Kompetisi yang Sengit
Berkembangnya sistem ekonomi gig juga secara tidak langsung membuat banyak orang tertarik untuk bekerja lepas (freelance).
Alhasil, hal ini menimbulkan persaingan yang ketat di antara para pekerja lepas untuk mendapatkan proyek. Tak jarang, hal ini berdampak pada potensi penurunan upah karena tidak adanya standarisasi harga.
3. Kehilangan Hak sebagai Pekerja
Para pekerja lepas juga sering kali tidak memenuhi syarat untuk memperoleh manfaat atau perlindungan sosial, seperti asuransi kesehatan dan cuti berbayar.
Tak hanya itu, ada juga sejumlah kasus di mana klien kurang menjunjung etika kerja sehingga dapat merugikan pekerja lepas.
Contoh Pekerjaan Gig Economy
Ada banyak pekerjaan yang mulai mengadopsi sistem gig economy, di antaranya adalah sebagai berikut:
- Event organizer yang bekerja hanya jika ada acara, misal pernikahan, pesta, atau acara khusus lainnya
- Pengajar kursus online yang memberikan pengajaran secara online hanya untuk topik tertentu atau dalam jangka waktu tertentu
- Content writer yang bekerja jika ada proyek-proyek tertentu seputar kepenulisan
- Penyedia jasa desain interior yang bekerja para proyek-proyek perencanaan ruang
- Fotografer yang menerima proyek pemotretan untuk acara tertentu, misal pernikahan
- Pengemudi atau driver yang bekerja jika ada penumpang yang memesan jasanya
Potensi Gig Economy di Indonesia
Di Indonesia, potensi gig economy sangat besar. Badan Pusat Statistik sendiri mencatat adanya 46.47 juta pekerja lepas di Indonesia pada Februari 2023.
Salah satu faktor yang mendorong pertumbuhan gig economy di Indonesia adalah munculnya platform kerja dengan sistem freelance, seperti Sribulancer, Fiverr, bahkan Gojek dan Grab.
Ekonomi gig juga makin potensial lagi sejak adanya pandemi 2020 yang melahirkan sistem kerja baru, yaitu remote work.
Remote work sendiri merupakan sistem kerja jarak jauh yang tidak mengharuskan karyawannya untuk berada di kantor secara fisik. Sebagian pekerja gig economy melibatkan sistem kerja secara remote.
Akibat adanya pandemi Covid-19, individu yang melakukan pekerja lepas naik sebanyak 4,55% dibandingkan tahun sebelumnya.
Melihat akan besarnya potensi platform kerja berbasis freelance tersebut, BRIEFER hadir sebagai solusi bisnis untuk menciptakan ekosistem yang sehat bagi pekerja lepas di bidang komunikasi.
Pada acara ComNews yang diselenggarakan di Bali pada bulan Oktober 2023 lalu, BRIEFER mempresentasikan riset mengenai ekosistem dan tantangan platform kerja berbasis freelance di Indonesia.
Tantangan tersebut mencakup kurangnya kajian mendalam dan regulasi seputar standarisasi biaya dari jasa yang ditawarkan, serta kurangnya kepastian akan kesejahteraan dan perlindungan sosial.
Untuk laporan lengkapnya, kamu bisa simak dalam dokumen berikut:
Maka dari itu, kehadiran BRIEFER harapannya mampu menjawab tantangan tersebut dengan menghadirkan platform yang memungkinkan pekerja profesional di bidang komunikasi bekerja sama dengan para pelaku bisnis melalui ekosistem yang lebih sehat dan terstruktur.
Itulah dia penjelasan lengkap mengenai gig economy, mencakup pengertian, perkembangan, keunggulan, kelemahan, dan potensinya di Indonesia.
Jika kamu ingin mengetahui informasi lebih lanjut mengenai BRIEFER, kunjungi laman web BRIEFER, ya!