10 Teori Efek Media Massa, Sebenarnya Baik atau Buruk?

Para ilmuwan Ilmu Komunikasi terdahulu telah banyak merumuskan teori efek media massa bagi audiens yang dapat mempengaruhi suatu individu atau masyarakat.

Media effect theory juga menunjukkan bahwa paparan media dapat memiliki efek langsung (direct) dan tidak langsung (indirect) pada sikap, keyakinan, dan perilaku seseorang. Efek yang dihasilkan juga bisa berbentuk positif maupun negatif.

Dari sini, bisa kita simpulkan bahwa seseorang dapat dipengaruhi oleh pesan yang mereka terima melalui media. Pesan tersebut biasanya disampaikan melalui channel-channel seperti film, radio, televisi, koran, majalah, buku, gim video, situs web, dan musik.

Ada banyak sekali model daripada media effect. Artikel berikut akan merangkum beberapa di antaranya beserta contoh kasusnya. Yuk, simak sampai habis!

Macam-Macam Teori Efek Media Massa dan Contoh Kasusnya

Berikut ini adalah beberapa teori efek media massa bagi masyarakat yang paling umum dikenali:

1. Symbolic Interactionism Theory

Teori efek media massa terhadap khalayak pertama yang cukup umum digunakan adalah symbolic interactionism atau interaksionisme simbolik. Teori ini menyatakan bahwa kepribadian diri sendiri berasal dari perkembangan kita melalui interaksi dengan sesama manusia.

Ini menandakan bahwa cara kita bertindak terhadap seseorang atau sesuatu akan didasarkan pada makna yang kita miliki terhadap seseorang atau sesuatu itu sendiri. Nah, untuk berkomunikasi secara efektif, orang biasanya menggunakan simbol dengan makna cultural yang sama.

Simbol juga bisa terkonstruksi dari apa saja, termasuk barang material, pendidikan, atau bahkan cara orang berbicara. Alhasil, simbol-simbol ini berperan penting dalam pengembangan diri kita.

Salah satu cara media menciptakan dan menggunakan simbol-simbol budaya yaitu dengan mempengaruhi perasaan seseorang melalui iklan.

Misalnya, ketika kita melihat seseorang mengendarai BMW, apa yang kita pikirkan tentang orang tersebut? Mungkin menganggap orang itu sukses atau berkuasa karena mobil yang dikendarainya itu. Kepemilikan mobil mewah menandakan keanggotaan dalam kelas sosial ekonomi tertentu. 

Demikian pula perusahaan teknologi Apple telah menggunakan periklanan dan praktik hubungan masyarakat (PR) untuk mencoba menjadi simbol inovasi.

Oleh karena itu, penggunaan produk Apple dapat memiliki makna simbolis tentang pemilik produk itu sendiri. Do you think so?

2. Spiral of Silence Theory

Teori efek media massa terhadap khalayak selanjutnya disebut juga dengan spiral of silence. Teori ini menyatakan bahwa mereka yang memegang opini minoritas akan membungkam diri mereka sendiri untuk mencegah isolasi sosial, di mana peran media massa dalam pembentukan dan pemeliharaan opini terasa lebih dominan.

Misalnya, sebelum dan selama Perang Dunia II, banyak orang Jerman yang menentang Adolf Hitler dan kebijakannya. Namun, mereka membiarkan oposisi mereka diam karena takut akan isolasi dan stigma.

Karena media merupakan salah satu alat pengukur opini publik yang paling penting, teori ini sering digunakan untuk menjelaskan interaksi antara media dan opini publik.

Menurut teori spiral of silence ini, jika media menyebarkan opini tertentu, maka opini tersebut akan secara efektif membungkam opini yang berlawanan melalui ilusi konsensus. 

3. Agenda Setting Theory

Teori efek media massa yang ketiga adalah agenda-setting. Teori ini menyatakan bahwa media massa lebih menentukan isu-isu yang menjadi perhatian publik daripada pandangan publik itu sendiri.

Di bawah teori ini, isu-isu yang mendapat perhatian paling besar dari media dapat menjadi isu-isu yang didiskusikan dan diperdebatkan.

Artinya, medialah yang menentukan isu dan cerita apa yang dipikirkan publik. Maka dari itu, ketika media gak terlalu membahas isu tertentu, hal tersebut menjadi terpinggirkan di benak publik.

Contoh kasus efek media massa untuk teori ini bisa diambil dari bagaimana bisnis besar menumbuhkan suatu citra publik yang menguntungkan, misalnya Tesla dan Elon Musk yang selalu menjadi sorotan media.

Ini adalah salah satu bentuk dari pengaturan agenda. Sejumlah besar cerita media tentang Elon Musk menampilkannya sebagai seorang visioner, wirausahawan pemberi solusi, dan miliarder yang mandiri.

Dengan pemberitaan yang fokus pada atribut tertentu dari kepribadiannya yang positif, bisnis yang dia miliki seperti Tesla dan SpaceX dapat terlihat luar biasa.

Baca juga: Agenda Setting dan News Framing: Apa Perbedaannya?

4. Cultivation Analysis Theory

Teori ini menyatakan bahwa paparan media yang berat menyebabkan seorang individu mengembangkan persepsi ilusi tentang realita berdasarkan pesan yang paling berulang dan konsisten dari media tertentu.

Berdasarkan teori ini, seseorang yang banyak menonton televisi dapat membentuk gambaran realita yang tidak sesuai dengan kehidupan nyata. 

Misalnya tindakan kekerasan yang ditayangkan di televisi, baik yang dilaporkan di program berita atau yang ditampilkan di drama televisi jauh lebih banyak daripada tindakan kekerasan yang ditemui kebanyakan orang dalam kehidupan sehari-hari mereka.

Jadi, seseorang yang banyak menonton televisi mungkin akan melihat dunia ini lebih kejam dan berbahaya daripada yang sebenarnya.

5. Teori Jarum Hipodermik (Hypodermic Needle Theory)

Hypodermic needle theory atau yang biasa disebut juga dengan teori peluru (magic bullet theory) merupakan salah satu teori efek media massa yang cukup dikenal, terutama di kalangan penggiat media.

Teori ini berasumsi bahwa media memiliki kekuatan yang besar dalam mempengaruhi audiens. Jadi, audiens yang terpapar media akan langsung terpengaruh dengan pesan yang disampaikan media tersebut.

Meskipun banyak dikenal, teori ini juga tidak terlepas dari berbagai kritik. Para ahli beranggapan bahwa audiens tidaklah berperan pasif, melainkan aktif yang dapat memilah dan memilih informasi dari media, sehingga tidak akan langsung terpengaruh.

6. Teori Uses & Gratification

Teori efek media massa selanjutnya adalah uses & gratification theory. Dapat dibilang, teori yang satu ini merupakan kebalikan dari hypodermic needle theory.

Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, teori jarum hipodermik berasumsi bahwa audiens bersifat pasif, yang mana bisa dipengaruhi langsung oleh media.

Sementara itu, uses & gratification theory beranggapan bahwa audiens dapat secara aktif memilih, menggunakan, dan memuaskan kebutuhan mereka dengan mengonsumsi media massa.

Selain itu, audiens akan memiliki interpretasi yang bervariasi terhadap pesan media berdasarkan latar belakang, pengalaman, dan kepentingan pribadi mereka.

7. Teori Priming

Istilah “priming” pada teori ini mengacu pada proses ketika media massa mengatur kerangka pemikiran dan mental audiens sebelum mereka terpapar suatu informasi.

Jadi, asumsi dari teori ini adalah bahwa media massa bisa “mempersiapkan” audiens dengan cara-cara tertentu, sehingga akhirnya audiens bisa lebih responsif terhadap suatu topik.

Misalnya, saat akan mendekati masa pemilu, media berita A terus menerus memberitakan isu tentang bagaimana suatu kebijakan ekonomi mempengaruhi kesejahteraan masyarakat.

Kemudian, saat pemilu berlangsung, banyak masyarakat akan lebih memilih kandidat yang memiliki visi untuk mewujudkan kebijakan ekonomi yang kuat.

Baca juga: 3 Faktor yang Dapat Mempengaruhi Reaksimu Terhadap Media Massa

8. Teori Kesenjangan Pengetahuan

Teori efek media selanjutnya adalah knowledge gap theory, yang menjelaskan tentang bagaimana media massa secara jangka panjang dapat berpengaruh terhadap kesenjangan pengetahuan.

Menurut teori ini, terdapat kesenjangan pengetahuan antar kelompok-kelompok masyarakat, seperti kelompok berpendidikan tinggi dan rendah.

Kedua kelompok tersebut memiliki akses ke sumber daya informasi yang tidak setara, sehingga ada sebagian kelompok memiliki pengetahuan yang cenderung lebih tinggi dari kelompok lain.

Kelompok tersebut pun mungkin akan lebih mampu memahami, mengingat, dan menggunakan informasi yang diperolehnya dari media dalam pembentukan sikap dan pandangan mereka.

9. Teori Katharsis

Teori dampak media massa yang satu ini beranggapan bahwa media, terutama yang menampilkan konten kekerasan atau emosional, dapat memiliki efek katarsis pada individu.

Efek katarsis yang dimaksud artinya menonton media yang mengandung kekerasan atau emosional dapat mendorong individu untuk mengurangi emosi negatif yang dirasakan.

Akan tetapi, sejumlah penelitian mengungkapkan bahwa tak ada bukti empiris yang kuat untuk dapat mendukung teori katarsis ini.

10. Teori Belajar Sosial

Teori belajar sosial pertama kali digagas oleh Albert Bandura pada tahun 1960-an. Menurut teori ini, individu dapat menerima pengetahuan dan perilaku baru melalui perilaku mengamati dan meniru apa yang dilihat di media.

Dengan demikian, dapat disederhanakan bahwa media massa memiliki pengaruh dalam membentuk tindakan seseorang, serta bagaimana reaksinya terhadap sesuatu.

Baca juga: Begitu Digemari, Apa Motif Remaja Follow Akun Twitter @tubirfess?

Itu dia penjelasan dari beberapa teori media effect yang ada. Dari sini, kita bisa beranggapan bahwa pengaruh dari media sangatlah besar.

Kita bisa saja mengubah dan menghasilkan opini publik terhadap sesuatu melalui kekuatan media. Maka dari itu, dengan kita yang sudah lebih aware dengan efek media, kita harus menggunakannya dengan lebih bijak ya. 

Ngomong-ngomong tentang teori media, menurutmu teori media effect yang mana nih yang bisa diterapkan dalam mempromosikan sebuah brand di era 21st century ini?

Nah, jika kamu tertarik untuk membaca insight lain seputar Ilmu Komunikasi, yuk kunjungi website Stories from BRIEFER dan nantikan terus update artikelnya!

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *